Definisi
Bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, atau semata-mata membantu orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mencirikan fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu. Dibanding metode kritik lain kritik deskriptif tampak lebih nyata (factual).
- Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau kota.
- Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang sesungguhnya suatu kejadian proses kejadiannya maka kita dapat lebih memahami makna bangunan.
- Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya.
- Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete. Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.
Metode
Depictive Criticism (Gambaran bangunan)
Depictive cenderung tidak dipandang sebagai
sebuah bentuk kritik karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk
sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode
ini menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana. Masyarakat
cenderung memandang dunia sesuai dengan keterbatasan pengalaman masa lalunya,
maka melalui perhatian yang jeli terhadap aspek tertentu bangunan dan
menceritakan kepada kita apa yang telah dilihat, kritik depiktif telah menjadi
satu metode penting untuk membangkitkan satu catatan pengalaman baru seseorang.
Kritik depiktif tidak butuh pernyataan betul atau salah karena penilaian dapat
menjadi bias akibat pengalaman seseorang di masa lalunya. Kritik depiktif lebih
mengesankan sebagai seorang editor atau reporter, yang
menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate.
menghindari penyempitan atau perluasan perhatian terhadap satu aspek bangunan agar terhindar dari pengertian kritikus sebagai interpreter atau advocate.
• Static (Secara Grafis)
Depictive criticism dalam aspek static
memfocuskan perhatian pada elemen-elemen, bentuk (form), bahan (materials) dan
permukaan (texture). Penelusuran aspek static dalam depictive criticism
seringkali digunakan oleh para kritikus untuk memberi pandangan kepada pembaca
agar memahami apa yang telah dilihatnya sebelum menentukan penafsiran terhadap
apa yang dilihatnya kemudian. Penggunaan media grafis dalam depictive critisim
dapat dengan baik merekam dan mengalihkan informasi bangunan secara non verbal
tanpa kekhawatiran terhadap bias. Aspek static depictive criticism dapat
dilakukan melalui beberapa cara survey antara lain : fotografi, diagram,
pengukuran dan deskripsi verbal (kata-kata).
• Dynamic (Secara Verbal)
Tidak seperti aspek static, aspek dinamik
depictive mencoba melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa bangunan
di buat. Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana manusia
bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa yang terjadi disana?
Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari sebuah lingkungan fisik? Bagaimana
bangunan dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang ada didalamnya dan
disekitarnya?
• Process (Secara Prosedural)
Merupakan satu bentuk depictive criticism yang
menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-sebab lingkungan
fisik terjadi seperti itu. Bila kritik yang lain dibentuk melalui
pengkarakteristikan informasi yang datang ketika bangunan itu telah ada, maka
kritik depiktif (aspek proses) lebih melihat pada langkah-langkah keputusan
dalam proses desain yang meliputi :
·
Kapan bangunan itu mulai direncanakan,
·
Bagaimana perubahannya,
·
Bagaimana ia diperbaiki,
·
Bagaimana proses pembentukannya.
SEJARAH ISTANA BOGOR
Istana Bogor Saat Ini
Istana Bogor berada di kota Bogor yang pada era
kolonial bernama Buitenzorg atau
Sans Souci yang berarti
"tanpa kekhawatiran".
Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor
merupakan tempat kediaman resmi dari 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu
orang Gubernur Jenderal Inggris.
Pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff
terkesima akan kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah
wilayah bekas Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai
rencana membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat
peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus 1744 dan berbentuk tingkat
tiga, pada awalnya merupakan sebuah rumah peristirahatan, ia sendiri yang
membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough, dekat
kota Oxford
di Inggris.
Berangsur angsur, seiring dengan waktu perubahan-perubahan kepada bangunan awal
dilakukan selama masa Gubernur Jenderal Belanda
maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford
Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai
perubahan. sehingga yang tadinya merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi
bangunan istana paladian dengan luas halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas
bangunan 14.892 m².
Namun, musibah datang pada tanggal 10 Oktober
1834 gempa bumi
mengguncang akibat meletusnya Gunung Salak
sehingga istana tersebut rusak berat.
Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat
lagi karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist
(1851-1856) bangunan lama sisa
gempa itu dirobohkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.
Pada tahun 1870, Istana Buitenzorg dijadikan tempat kediaman resmi dari
Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penghuni terakhir Istana
Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer
yang terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah
pendudukan Jepang.
Pada tahun 1950, setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor
mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia, dan resmi menjadi salah satu dari
Istana Presiden Indonesia.
Pada tahun 1968 Istana Bogor resmi dibuka untuk kunjungan umum atas restu
dari Presiden Soeharto.
Arus pengunjung dari luar dan dalam negeri setahunnya mencapai sekitar 10 ribu
orang.
Pada 15 November
1994, Istana
Bogor menjadi tempat pertemuan tahunan menteri ekonomi APEC (Asia-Pasific Economy
Cooperation), dan di sana diterbitkanlah Deklarasi Bogor.
Deklarasi ini merupakan komitmen 18 negara anggota APEC untuk mengadakan
perdangangan bebas dan investasi sebelum tahun 2020.
Pada 16 Agustus 2002, pada masa
pemerintahan Presiden Megawati, diadakan acara "Semarak Kemerdekaan"
untuk memperingati HUT RI yang ke-57, dan dimeriahkan dengan tampilnya Twilite
Orchestra dengan konduktor Addie MS.
Pada 9 Juli 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melangsungkan
pernikahan anaknya, Agus Yudhoyono dengan Anisa Pohan di Istana Bogor.
Pada 20 November
2006 Presiden
Amerika Serikat George W. Bush melangsungkan kunjungan
kenegaraan ke Istana Bogor dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Kunjungan singkat ini berlangsung selama enam jam.
BANGUNAN INDUK ISTANA BOGOR
Bangunan induk dan sayap kiri dan kanan
Berdasarkan luas bangunan dan tanahnya, Istana Bogor
merupakan istana terbesar dan terluas dari lima Istana Kepresidenan yang lain.
Bangunan
induk Istana Bogor terdiri dari:
- Bangunan induk istana berfungsi untuk menyelenggarakan acara kenegaraan resmi, pertemuan, dan upacara.
- Sayap kiri bangunan yang memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu tamu negara asing.
- Sayap kanan bangunan dengan empat kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala negara yang datang berkunjung.
- Bangunan ini termasuk lima paviliun terpisah.
- Kantor pribadi Kepala Negara
- Perpustakaan
- Ruang makan
- Ruang sidang menteri-menteri dan ruang pemutaran film
- Ruang Garuda sebagai tempat upacara resmi
- Ruang teratai sebagai sayap tempat penerimaan tamu-tamu negara.
- Kaca Seribu
- Bangunan tersebut dikelilingi oleh taman yang luas dan kolam yang indah yang membuat nuansa di sekitar bangunan menjadi lebih nyaman.
Ruang Garuda Istana Bogor
Sementara itu, rusa-rusa yang menghuni halaman Istana
Bogor terus beranak-pinak hingga mencapai 700-an ekor, padahal daya dukung
halaman Istana Bogor sebetulnya hanya ideal untuk 300 ekor rusa. Untuk
mengurangi jumlahnya, beberapa ekor rusa telah dipindahkan ke Istana
Tampaksiring di Bali, kompleks Badan Intelijen Negara di Jakarta, dan beberapa
kantor Gubemur di tanah air. Semua langkah tertata untuk konservasi rusa ini dilaksanakan
pada masa Presiden Megawati.
Hamparan rumput Istana juga dihiasi dengan beberapa
tempayan-tempayan besar tanah liat, yang dibuat pada masa Bung Karno. Dari masa
penjajahan Belanda masih tertinggal beberapa tempayan asli dari Cina. Menurut
cerita, Bung Karno pernah mengutus seorang staf Istana untuk membeli tempayan
yang biasa dipakai sebagai penyimpan kedelai di pabrik tabu kepunyaan
orang-orang Tionghoa. Akan tetapi, temyata tidak seorang pun bersedia
menjualnya karena benda itu selain langka memang sangat diperlukan dalam
pembuatan tahu. Staf Istana itu kemudian diam-diam mencoba membuat tempayan
semacam itu di Plered, sebuah tempat di Jawa Barat yang memang terkenal
kerajinan tanah liatnya. Percobaan itu temyata berhasil, sehingga Bung Karno memesan
banyak lagi tempayan besar dari Plered yang hingga kini menghiasi halaman
Istana Bogor.
Dulu Bung Karno juga sempat mendatangkan beberapa
pasang angsa dari Swiss untuk dipelihara di kolam-kolam Istana. Tetapi,
angsa-angsa itu tidak sanggup bertahan hidup lama di cuaca tropis.
Halaman Istana Bogor
Istana Bogor mewadahi pertemuan lima Perdana Menteri
pada tahun 1954: Ali Sastroamidjojo (tuan rumah), Pandit Jawaharlal Nehru
(India), Mohammad Ali (Pakistan), Sir John Kotelawala (Sri Lanka), U Nu
(Burma). Pertemuan itu berhasil mencapai kesepakatan untuk menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun berikutnya -sebuah langkah awal
strategis untuk mengokohkan kerja sama negara-negara Asia dan Afrika, yang juga
merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok yang pada 1992 -1995 diketuai oleh
Presiden Soeharto.
Hingga sekarang, ruang tempat pertemuan para perdana
menteri lima negara itu masih disebut sebagai Ruang Pancanegara.
Bendera-bendera kebangsaan lima negara masih menghiasi ruangan itu. Tatanan
meja-kursi itu pun masih dipertahankan.
Ruang Pancanegara itu terletak di gedung sayap kiri.
Gedung yang memiliki enam kamar tidur yang bagi para tamu negara setingkat
menteri ini dilengkapi juga dengan sebuah ruang makan dan ruang duduk. Pada
masa Belanda, sayap kiri ini dipergunakan bagi hunian staf Gubemur Jenderal.
Gedung sayap kanan diperuntukkan tamu-tamu negara
setingkat kepala negara atau kepala pemerintahan. Pada masa Belanda bagian ini
juga menjalankan fungsi yang sama. Bagian ini hanya terdiri atas empat kamar
tidur. Satu-satunya anggota keluarga Kerajaan Belanda yang pemah menginap di
sini adalah Pangeran Willem Frederik Hendrik pada 1837. Beberapa raja dan
presiden telah menjadi tamu Republik Indonesia di Istana Bogor.
Di bagian depan, di belakang serambi terbuka gedung
induk Istana Bogor, terdapat sebuah bangsal yang kini dikenal dengan sebutan
Ruang Teratai. Penamaan demikian bermula dengan adanya sebuah lukisan bunga
teratai karya c.L. Dake, Jr. yang menjadi elemen artistik paling menonjol di
ruang duduk itu. Ini adalah lukisan yang dibuat pada 1952 berdasarkan teratai
besar (Victoria regia)dari Amazon, Brazil, yang menghiasi kolam di depan
Istana Bogor.
Di antara Ruang Teratai dengan balairung utama di
belakangnya, terdapat sebuah koridor kecil yang disangga empat saka berlaras
Korintia. Pada dinding-dinding sisinya, tergantung cermin besar berbingkai emas
yang diletakkan berhadapan, sehingga menciptakan refleksi seolah-olah ada
seribu bayangan terpantul hingga nun ke ujung sana. Cermin ini dikenal dengan
sebutan Kaca Seribu. Cermin dan saka-saka Korintia ini merupakan sedikit saja
dari elemen artistik yang masih asli sejak dibangunnya Istana ini pada tahun
1850.
Balairung utama Istana Bogor sempat pula digunakan
beberapa kali oleh Presiden Soekarno untuk pesta-pesta tari lenso. Ruang ini
kemudian diberi nama Ruang Garuda karena penempatan lambang negara Garuda
Pancasila pada dinding kepala.
Balairung yang kini ditebari dengan permadani Persia
adalah bagian yang paling anggun di Istana Bogor. Enam belas saka berlaras
Korintia menopang langit-Iangit berbentuk kubah yang dihias relief bergaya
Yunani. Beberapa kandelabra kristal digantung di langit-langit. Di Ruang Garuda
ini diselenggarakan acara-acara yang bersifat formal: jamuan santap resmi,
pertemuan pertunjukan kesenian, serta peristiwa penting lainnya.
Pada masa Bung Karno, beberapa kali diselenggarakan
sidang kabinet di ruang ini. Presiden Soekarno juga beberapa kali menerima
surat kepercayaan para duta besar di balairung ini. Pada masa Presiden
Soeharto, di balairung ini diselenggarakan pertemuan para kepala negara APEC
(Asia-Pacific Economic Cooperation) pada 1995.
Ruang tidur utama di gedung induk hingga kini masih
dijuluki sebagai Kamar Raja. Di kamar itu terdapat sebuah tempat tidur yang
panjangnya hampir tiga meter – khusus dibuat untuk Raja Ibnu Saud dari Saudi
Arabia yang pernah berencana mengunjungi Indonesia. Sayangnya, ia membatalkan
muhibahnya karena kondisi kesehatannya. Ruang ini dulu merupakan tempat tidur
bagi putra-putri Presiden Soekarno.
Pada arah yang berlawanan, sebelum koridor menuju
sayap kiri, adalah sebuah ruangan yang dulu dipakai Bung Karno sebagai tempat
untuk memutar film. Setiap menjelang akhir pekan, petugas Istana Bogor
berangkat ke Jakarta untuk mengambil film-film yang akan dipertunjukkan. Di
samping keluarga dan staf Istana, Bung Karno juga sering mengundang pejabat
setempat untuk ikut melihat pemutaran film.
Ruang kerja Presiden yang terletak di bagian kiri
belakang gedung induk adalah ruang yang besar – bahkan lebih besar dari ruang
kerja Presiden di Istana Merdeka dengan jendela-jendela dan pintu besar yang
menghadap ke Kebun Raya.
Sejak ditinggalkan oleh Bung Karno, ruang ini tak
pernah dipakai sebagai ruang kerja oleh para presiden berikutnya. Karenanya,
ruang ini masih dibiarkan sebagaimana tatanan aslinya ketika masih dipergunakan
Bung Karno. Sebuah tenunan songket dari benang emas ditaruh di atas meja kerja
besar yang terbuat dari kayu jati. Meja kerja ini menghadap sebuah dinding yang
semula mempunyai dua jendela. Dinding besar itu kemudian dimanfaatkan Bung
Karno untuk menggantung lukisan besar karya pelukis Rusia, Konstantin Egorovich
Makowsky, yang dihadiahkan kepada Bung Karno ketika berkunjung ke Uni Soviet
pada 1956. Sebuah lukisan besar Makowsky lainnya tergantung di ruang makan
Istana Bogor. Lukisan itu – dibuat pada 1891 dan menggambarkan Pesta Dewa
Anggur – dibeli Bung Karno dari sebuah galeri di Roma pada 1961.
Di Paviliun Amarta (Paviliun 2), pada 11 Maret 1966,
tiga orang petinggi militer Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal
M. Jusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud – menghadap Presiden Soekarno
untuk membicarakan situasi keamanan dan politik Republik Indonesia. Dalam
pertemuan itu, Presiden Soekarno didampingi oleh Wakil Perdana Menteri I
(Waperdam), Dr. Soebandrio, Waperdam II, Dr. J. Leimena, dan Waperdam III, Dr.
Chairul Saleh. Pertemuan inilah yang menghasilkan Surat Perintah Sebelas Maret,
atau yang lebih dikenal sebagai Supersemar.
Sumber:
veronika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/44613/1.+kritik+Deskriptif.pdf
indonesia.go.id
presidenri.go.id/istana-bogor