Nama : Bima Haryadi
NPM :
22314172
Kelas :
3TB06
Tugas :
Hukum dan Pranata Pembangunan #
Analisa Kontrak Kerja Rumah Tinggal
Kontrak kerja konstruksi adalah
dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang memuat persetujuan bersama secara
sukarela antara pihak kesatu dan pihak kedua. Pihak kesatu berjanji untuk
memberikan jasa dan menyediakan material untuk membangun proyek bagi pihak
kedua; Pihak kedua berjanji untuk membayar sejumlah uang sebagai imbalan untuk
jasa dan material yang telah digunakan.
Menurut PP no.29 tahun 2000 pasal 20 ayat 1, “Kontrak kerja konstruksi pada
dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstuksi yang
terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, kontrak
kerja konstruksi untuk pekerjaan pelaksanaan, dan kontrak kerja konstruksi
untuk pekerjaan pengawasan”. Pada ayat
2, PP no.29 tahun 2000 pasal 20 dijelaskan bahwa, “Dalam hal pekerjaan
terintegrasi, kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat dituangkan dalam 1 (satu) kontrak kerja konstruksi”. Sedangakan
pada ayat selanjutnya yaitu PP no.29 tahun 2000 pasal 20 ayat 1, yang berbunyi,
“Kontrak kerja konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dibedakan berdasarkan“ :
a.
Bentuk imbalan yang terdiri
dari :
1)
Lump Sum;
2)
harga satuan;
3)
biaya tambah imbalan jasa;
4) gabungan Lump Sum dan
harga satuan; atau
5) Aliansi.
b.
Jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan konstruksi yang terdiri dari :
1)
tahun tunggal; atau
2)
tahun jamak.
c. Cara pembayaran hasil pekerjaan :
1) sesuai kemajuan pekerjaan;
atau
2) secara berkala.
Bentuk
kontrak kerja diantaranya:
1. Aspek
Perhitungan Biaya
a. Fixed Lump
Sum Price
PP no.29 tahun 2000 Pasal 21 ayat 1, yang berbunyi “Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk
imbalan Lump Sum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 1
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung
oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah”.
b. Unit Price
(Harga Satuan)
PP 29/2000
Pasal 21 ayat 2, yang berbunyi “Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan
Harga Satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 2
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap
satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume
pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan
yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia jasa”.
2. Aspek Perhitungan Jasa
- Biaya
Tanpa Jasa (Cost Without Fee)
- Biaya
Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)
- Biaya
Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed
Fee)
Pembayaran kontrak kerja dibedakan menjadi
3 cara:
1. Bulanan (Monthly Payment)
- Setiap prestasi diukur pada akhir bulan lalu
dibayar . Kelemahan dari cara pembayaran bulanan yaitu sekecil apapun
prestasi harus dibayar
- P.P. No.29 tahun 2000 Pasal 20 ayat (3) huruf c
ayat 2 mencantumkan cara pembayaran ini
2. Cara pembayaran atas prestasi (Stage Payment)
3. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia
Jasa (Contractor’s Full PreFinanced)
Penyelengaraan pengadaan bidang
konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai
segi-segi hukum kontrak, undang-undang ini cukup lengkap mengatur pengadaan
jasa konstruksi. Undang-undang ini dibuat pada masa reformasi. Latar
belakang lahirnya undang-undang ini karena berbagai peraturan perunang-undangan
yang berlaku belum berorientasi pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai
dengan karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha
yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi kepentingan
masyarakat. UUJK ditetapkan pada tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12
bab dan 47 pasal.
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang
ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No.
28/2000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun
2000 (PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa
Konstruksi (PP No. 30/2000).
Dalam kaitannya dengan pengadaan
jasa konstruksi, tata cara dan prosedur pengadaan barang dan jasa untuk
kepentingan instansi Pemeritah, telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres)
No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang telah disempurnakan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun
2010. Kemudian Perpres No. 54 Tahun 2010 diubah melalui Peraturan Presiden
(Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terkait dengan izin
usaha konstruksi dalam hal ini terdapat Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan
Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 35 Tahun 2008
tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi.
Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi,
adalah sebagai berikut:
1. Pihak Pengguna Jasa,
Pengguna jasa adalah perseorangan
atau badan pemberi tugas atau pemilik proyek yang memerlukan layanan jasa
konstruksi. Pengguna jasa mempunyai hubungan dengan para
perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Yang
dimaksud dengan Pengguna jasa adalah:
- orang
perorang;
- badan
usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum; dan
- badan
yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah dan atau
lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara dengan
menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
2. Pihak Penyedia Jasa
Pihak penyedia jasa sering juga
disebut sebagai kontraktor, pemborong, rekanan, dan lain-lain. Dengan
berlakunya UUJK, maka telah dirumuskan pengertian jasa konstruksi. Pengertian
jasa konstruksi senagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa
Konstruksi tersebut, menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur dan diakui
oleh Negara ada tiga yaitu perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa
konstruksi, khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah telah diatur dalam
ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan
Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013
adalah sebagai berikut :
- PA/KPA
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapka oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD - PPK
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. - ULP/
Pejabat Pengadaan
Unit Layanan
Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang
berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat
berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sedangkan Pejabat
Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan
Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
- Panitia/
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh
PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
- Penyedia
Barang/Jasa
Penyedia
Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
Hak pengguna jasa konstruksi adalah
memperoleh hasil pekerjaan konstruksi, sesuai dengan klasifikasi dan kualitas
yang diperjanjiakan. Dalam Pasal 18 ayat (1) UUJK, kewajiban pengguna jasa
dalam suatu kontrak mencakup:
- Menerbitkan
dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan
secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami;
- Menetapkan
penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan;
- Memenuhi
ketentuan yang diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi.
Adapun kewajiban dari penyedia jasa
konstruksi adalah mencakup :
- Menyusun
dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada
pengguna jasa;
- Melaksanakan
pekerjaan konstruksi sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Hak penyedia jasa konstruksi adalah
memperoleh informasi dan menerima imbalan jasa dari pekerjaan konstruksi yang
telah dilakukannya. Informasi yang dimaksud merupakan doumen secara lengkap dan
benar yang harus disediakan oleh pengguna jasa untuk penyedia jasa konstruksi
sehingga dapat melakukan sesuai dengan tugas dan kewajibannya.
Dalam proses terjadinya suatu
kontrak konstruksi terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para
pihak. Seperti kontrak pada umumnya, tentu saja diawali dengan adanya 2 (dua)
pihak atau lebih yang sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian pengadaan
pekerjaan konstruksi. Proses terjadinya kontrak konstruksi dimulai dengan
proses pemilihan pihak kontraktor atau penyedia jasa oleh pihak pengguna jasa.
Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses terjadinya kontrak
kontruksi berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah adalah sebagai berikut.
a. Pemberitahuan
atau Pengumuman
Pada umumnya pengguna jasa akan
terlebih dahulu membuat pengumuman atau
pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui
suatu pelelangan untuk mencari penyedia jasa yang sanggup untuk
melaksanakan pekerjaan. Pengumuman dilakukan diumumkan paling kurang di website
K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan
Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat
danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya (Pasal 36 ayat (3) Perpres No. 54
Tahun 2010). Pelelangan biasanya dibagi 2 (dua) yakni pelelangan umum dan
pelelangan terbatas. Pada prinsipnya kedua jenis
pelelangan tersebut sama, perbedaannya hanya terletak pada
jumlahnya saja.
Dalam hal ini juga dijelaskan
mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan tempat lokasi proyek atau pekerjaan,
dimana tempat pendaftaran dan batas waktu pendaftaran, dimana
dan kapan saat pelelangan akan diadakan. Bagi
pihak penyedia jasa atau kontraktor yang berminat untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut dapat mendaftar secara tertulis dengan memasukkan dokumen
penawaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam pengumuman
untu ikut sebagai peserta pelelangan (tender).
Selanjutnya pejabat pemilihan
penyedia jasa akan melakukan evaluasi terhadap dokumen penawaran yang masuk.
Pada fase penawaran, pejabat pemilihan wajib melakukan penilaian terhadap semua
penawaran yang masuk. Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan
harga, menagcu pada keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam
dokumen pemilihan penyedia jasa.
b.
Persyaratan Kualifikasi dan Klasifikasi
1. Kualifikasi
Kualifikasi merupakan proses
penilaian kompetensi dankemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan
tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56 ayat (1) Perpres 54 Tahun
2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga beberapa persyaratan bagi
penyedia jasa yakni
- Penyedia
jasa harus memiliki surat izin usaha
pada bidang usahanya (IUJK);
- Mempunyai
kapasitas menandatangani kontrak pengadaan;
- Tidak
masuk daftar hitam dan tidak dalam pengawasan pengadilan;
- Tidak
bangkrut/pailit;
- Kegiatan
usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak sedang
menjalani sanksi pidana.
Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2
(dua) cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi, berikut penjelasannya :
a) Prakualifikasi
Sebelum menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk
mengerjakan pekerjaan konstruksi tersbut, terlebih dahulu dilakukan
prakualifikasi terhadap calon-calon penyedia jasa yang ada. Prakualifikasi
merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan
penawaran. Berdasarkan Perpre No. 54 Tahun 2010, prakualifikasi dilaksanakan
untuk pengadaan sebagai berikut:
- Pemilihan
penyedia jasa konsultasi;
- Pemilihan
penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bersifat kompleks
melalui pelelangan umum;
- Pemilihan
penyedia barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya yang menggunakan metode
penunjukan langsung, kecuali untuk penanganan darurat.
Perbuatan prakualifikasi ini dimaksudkan
untuk mengetahui kemampuan dasar perusahaan, baik yang berbentuk badan hukum,
maupun yang tidak bentuk badan hukum dimana mereka mempunyai usaha pokok berupa
pelaksanaan pekerjaan pemborongan, konsultasi, dan pengadaan barang/jasa
lainnya.
b) Pascakualifikasi
Pascakualifikasi merupakan proses
penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemsukan penawaran. Berdasarkan
Perpres No. 54 Tahun 2010 Pasal 56 ayat (9), pascakualifikasi dilaksanakan
untuk pengadaan sebagai berikut :
- Pelelangan
Umum, kecuali Pelelangan Umum untukPekerjaan Kompleks;
- Pelelangan
Sederhana/Pemilihan Langsung; dan
- Pemilihan
Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.
Suatu kontrak konstruksi akan
berkahir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Penghentian Kontrak
2. Pemutusan Kontrak
Analisa Kontrak Kerja
·
Dalam
sebuah kontrak kerja terdapat dua pihak. Dimana pihak pertama adalah si pemilik
rumah dan pihak kedua adalah kontraktor yang akan membangun rumah tersebut.
·
Di
identitas tertulis nama, pekerjaan dan alamat pemilik rumah (owner) dan
kontraktor.
·
Kedua
belah pihak saling mengikat diri mengadakan perjanjian kerja untuk pembangunan
rumah tinggal dan terdapat pasal-pasal
yang berlaku dalam surat kontrak kerja ini.
Poin-poin yang terdapat dalam
pasal:
o
Pasal 1
Macam dan tempat pekerjaan
Berisikan
owner memberikan pekerjaan kepada kontraktor tercantum alamat rumah yang akan
dibangun dan perjanjian tentang spesifikasi rumahnya.
o
Pasal 2
Waktu pelaksanaan pekerjaan
Tertulis
perjanjian waktu kapan memulai pekerjaan dan waktu selesainya pekerjaan.
o
Pasal 3
Pelaksanaan pekerjaan
Di
pasal ini kontraktor harus memulai pekerjaan sesuai tanggal yang telah tertulis
di perjanjian, dan mengerjakannya sesuai gambar kerja juga sesuai RAB.
o
Pasal 4
Biaya pelaksanaan
Berisikan
biaya pelaksanaan pembangunan rumah tinggal yang diddalamnya telah termasuk
biaya material, upah kerja, keuntungan kontraktor, tetepi belum termasuk pajak
dan biaya perizinan.
o
Pasal 5
Prosedur penagihan dan pembayaran
Berisikan
perjanjian pembayaran bertahap (termin) yang
ditetapkan mau berapa kali si owner sanggup membayarnya. Dalam cobtoh kontrak
kerja disini, si owner membayar 6x (termin 6) dari proyek mulai sampai selesai.
o
Pasal 6
Masa pemeliharaan
Di
pasal ini setelah kontraktor menyelesaikan pekerjaannya, maka kontraktor
tersebut memberikan surat serah terima, dimana dalam surat tersebut berisikan
bahwa ada jaminan si kontraktor bertanggung jawab apabila rumah tinggal
tersebut mengalami kerusakan. Biasanya jangka waktu yang diberikan dalam surat
tersebut selama 3 bulan.
o
Pasal 7
Pekerjaan tambah kurang
Berisikan
tambahan atau pengurangan pekerjaan akibat kesalahan spesifikasi atau material
bahan bangunan. Penamgahan atau pengurangan tersebut harus di melalui
persetujuan pihak pertama atau si pemilik rumah.
o
Pasal 8
Pengawas lapangan
Disini
tertulis bahwa siapa yang akan mengawasi proyek tersebut. Bisa pihak pertama
langsung ataupun orang utusan dari si kontraktor. Dalam pasal ini juga pihak
pertama berhak melihat proyek rumahnya kapan saja, dan menanyakan kepada
pekerja masalah proyeknya selama masa pembangunan. Apabila owner ingin meminta
pihak kedua atau kontraktor untuk menemani melihat-lihat proyeknya maka
kontraktor harus menemaninya.
o
Pasal 9
Sub kontraktor
Berisikan
bahsa seluruh pekerjaan adalah tanggung jawab pihak kedua (kontraktor), dimana tidak boleh berpindah tangan ke pihak ketiga.
o
Pasal
10
Force
Mejeur
Yaitu
keadaan yang mengganggu apabila proyek tersebut berjalan. Dimana pihak pertama
harus memberitahu kontraktor apa saja yang akan terjadi apabila proyek tersebut
berjalan.
o
Pasal 11
Sanksi-sanksi
Berisikan
sanksi yang akan jatuh pada kedua belah pihak apabila tidak mentaati
pasal-pasal sebelumnya.
o
Pasal 12
Kewajiban pihak kedua
Yaitu
kontraktor harus bekerja sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan, dan
kontraktor dapat menambah pekerja tanpa sepengetahuan pemilik rumah untuk
mempercepat penyelesaian proyeknya.
o
Pasal 13
Perselisihan
Apabila
terdapat perselisihan antara owner dengan
kontraktor, maka penyelesaiannya dapat dengan musyawarah atau ditempuh
ke jalur hukum.
o
Pasal
14
Penutup
Dalam
pasal ini selain penutup juga terdapat perjanjian apabila ada hal-hal penting
yang belum ditulis, maka dapat dimsukan di kemudian hari.
·
Bagian
terakhir terdapat tanda tangan kedua belah pihak (owner dan kontraktor) diatas
materai.
Kesimpulannya adalah kedua belah
pihak harus bertanggung jawab dalam berjalannya proyek tersebut dan mentaati
pasal-pasal yang ada dalam kontrak kerja tersebut.
Referensi:
http://dreamblog-id.blogspot.co.id/2016/04/download-file-doc-surat-perjanjian.html#t.com
http://www.ilmusipil.com/membuat-kontrak-kerja-konstruksi
http://iamnotthoseman.wordpress.com/2010/06/25/jenis-kontrak-dalam-proyek-konstruksi/
http://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com/2008/02/pengantar-kuliah-pranata-pembangunan.html
http://sikumendes84.wordpress.com/
http://mita-tembem.blogspot.com/2011/11/perjanjian-antara-owner-dan-arsitek.html
http://edoloverock.blogspot.com/2009/08/contoh-perjanjian-kontrak-konsultan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar